AKU, DUNIA. MIMPIKU

Sekilas Semua Itu Tampak Nyata Namun Penuh dengan Kepalsuan
0

ANGKA 4 DI HARI JUM'AT

Keramaian malam masih terasa riuh di tengah ruang kaku yang dipenuhi orang-orang yang sibuk memikirkan langkahnya ke depan. Aku terduduk di antara mereka menatap satu persatu wajah yang kisut, karena malam telah berlalu dengan cepat seiring dengan oksigen yang mulai menjadi jarum yang dingin menggelitik kulit.

"Ayo!! temani aku keluar sebentar!!" Lamunan ku tersentak mendengar kata itu seraya buyarkan lamunan ku yang kosong acuhkan keramaian. Aku terpaksa berdiri karna kaos oblongku ditarik oleh salah seorang temanku. Entah kenapa malam itu tidak seperti biasanya semuanya terasa aneh bagi ku. Seiring dengan Mitos mengahantuiku kening bagian kiri tak berhenti menari ria bergetar-getar. Yang menurut cerita orang terdahulu dari kampungku adalah pertanda buruk akan terjadi. Tapi aku sebenarnya antara percaya dan tidak terhadap keyakinan seperti itu.

Setelah agenda kegiatan malam itu berakhir, ku rebahkan badan ku sejenak. Melepaskan setiap hembusan nafasku seraya menutup bola mataku yang sudah lelah menatap dentingan jarum jam yang sudah menunjukkan "angka 4". Telinga ku berdesik ke arah suara getaran ponselku seraya tangan ku meraba dan menekan tombol yang setia menemaninya. Otakku terpacu karena suara yang terdengar adalah tangisan yang tak biasa ku dengar namun suara yang tak asing dengan terbata-bata menyebutkan sebuah nama. "Kakak... Nidar Meninggal....". Tanpa bicara ku hentikan untuk mendengar suara itu. Ku jatuhkan titik-titik air ke tubuh ku untuk menghapus mimpi buruk yang baru terdengar yang begitu aneh bagiku.

Ku kuatkan langkah ku semnbari mengawal putaran roda kuda besiku menuju tempat yang ku benci seumur hidupku. Berjalan di atas lantai putih yang penuh dengan aroma yang pekat dengan bahan kimia serta pembersih lantai yang khas. Suasana makin tak ku kenal lagi orang-orang yang tertunduk kaku tanpa sekilas senyum menjadi pemandangan yang suram. Ku hampiri ruangan kecil itu, di atas sebuah rangkain besi berwarna putih ku lihat tubuh yang kaku, pucat dan tak menunjukkan ekspresi apa pun. Tak mau ku memandang tapi batin ku meronta, tak mau ku alihkan pandangan ku tapi perasaan ku kelu. Kuputuskan untuk beranjak pergi tak mau melihatnya lagi.

Semua itu lebih baik menjadi mimpi bagiku, tak mau aku meneruskan tidur ku lagi. Namun aku terbangun dimana kali ini aku telah berdiri di depan segundukan tanah basah yang dihiasi dua potongan kayu yang berdiri kokoh dengan bertuliskan YUSNIDAR WAFAT Jum'at, 4 Februari 2011. Selamat Jalan Saudariku Semoga kamu tenang di sana. Aku kirimkan setumpuk doa untukmu.

0 komentar:

Posting Komentar