AKU, DUNIA. MIMPIKU

Sekilas Semua Itu Tampak Nyata Namun Penuh dengan Kepalsuan
0

INDUKSI OVULASI KATAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apakah kita pernah memperhatikan komunitas katak pada sawah atau di habitatnya? Jika kita memperhatikan secara seksama pastilah akan terlihat species katak yang sangat banyak, disisi lain juga terdapat berudu yang begitu banyak serta telur yang terhampar di dalam sawah tersebut. Jika kita amati lebih lanjut tentulah akan muncul pertanyaan bagaimana bisa katak-katak tersebut bisa diproduksi dalam jumlah yang begitu banyak? Jawaban pertanyaan ini sangat erat hubungannya dengan ovulasi yang terjadi pada katak.
Berdasarkan pada teori bahwa Ovulasi adalah suatu proses terlepasnya sel telur dari ovarium sebagai akibat dari pecahnya folikel yang telah masak. Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi pertama, dinding theka eksterna dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam jumlah yang kecil memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan hormon LH (Luteinizing Hormone). Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi.
Berdasarkan penjelasan diatas tentu kita sudah mendapatkan informasi tentang ovulasi katak walaupun hanya dalam jumlah yang sedikit. Berawal dari rasa ingin tahu yang tinggi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ovulasi katak serta rasa penasaran yang tak tertahan lagi serta ingin membuktikan teori-teori yang sudah diajarkan selama sekolah maka praktikum Perkembangan Hewan dengan judul induksi “Ovulasi Katak” ini dilaksanakan.


B. Tujuan
Untuk memperoleh telur dan proses pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak.

C. Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui dengan baik cara memperoleh telur dan proses pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ovulasi adalah suatu proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi oleh hormonal, neural, dan perioditas cahaya. Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan p-olaar bodi pertama, dinding teka externa dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam jumlah yang kecil memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan hormon LH (Luteinizing Hormone). Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi (Adnan, 2008).
Pada hari-hari terakhir sebelum ovulasi, folikel Graaf bertambah besar dengan cepat dibawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15 mm. bertepatan dengan perkembangan terakhir folikel Graaf, oosit primer, dimana pada saat itu masih dalam tahap diktioten melanjutkan dan mengakhiri pembelahan mitosis pertamanya. Sementara itu permukaan ovarium menonjol setempat tanpa pembuluh darah dan disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan setempat dan degenerasi dari permukaan ovarium, cairan folikel merembes keluar melalui stigma yang berangsur-angsur membuka. Bila cairan yang keluar semakin banyak, tekanan di dalam folikel semakin berkurang dan oosit bersama sel cumulus oofurus yang mengelilinginya terlepas dan hanyut meninggalkan ovarium. Beberapa diantara sel-sel cumulus oofurus tersebut kemudian menyusun diri di sekeliling zona pellusida dan membentuk corona radiata. Pada saat oosit dengan cumulus oofurusnya dikeluarkan dari ovarium (ovulasi), pembelahan miosis pertama berakhir dan oosit sekunder memulai pembelahan miosis II (Adnan, 2008).
Kebanyakan hewan berovarium masif (buta), hanya bebrapa jenis yang berongga atau masif namun ovum yang keluar selalu lewat suatu letusan pada permukaan ovarium. Bukan lewat saluran, pada mamalia terdapat ovulasi itu sering dapat ditandai sengan adanya bintikmerah karena terjadinya pendarahan kecil di tempat itu. Proses ovulasi diawali dengan timbul tonjolan atau benhkak di kulit ovarium, lalu meletus dan keluarlah ovum yang biasanya masih diselimuti oleh sel-sel folikel. Pada bebrapa vertebrata rendah contohnya pisces atau amphibia sel-sel folikel itu tidak terbawa ovum (Anonim, 2008).
Hifofisa atau kelenjar pituitari adalah sebuah kelenjar endokrin yang menghasilkan sejumlah hormon dengan fungsi dalam mengatur metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi.ahli endokrinologi menyebut hifofisa sebagai master of gland atau pusat dari endrikonologi, karena dapat mengatur ritme atau irama aktivias-aktivitas kelenjar endokrin lainnya (Adnan, 2007).
Sejak berkembangnya penggunaan mikroskop elektron dalam Histologi, diketahuilah, bahwa hifofisa tidaklah lagi pantas menyandang anugrah gelar ‘‘Raja Segala Kelenjar’’ itu. Tapi dapat dialihkan kepada hypothalamus saja, secara umum otak sendirilah yang menjadi Raja segala Kelenjar atau Raja segala alat. Hypothalamus, atau sekurang-kurangnya lewat dialah, kontrol pengetahuan hormon-hormon oleh hipofisa. Dari hypothalamus ini ada hubungan dan transport zat yang merangsang pengetahuan hormon ke tiap lobi hipofisa (Yatim1994).
Kelenjar pituitari ini mempunyai dua asal. Suatu pertumbuhan dorsal (Kantung Rathke) dan langit-langit mulut tumbuh ke atas mengelilingi suatu evaginasi ventral hipotalamus (infundibulum). Kedua bagian tersebut berasal dari ektoderm. Kantung Rathke segera kehilangan hubungan dengan mulut, tetapi hubungan dengan otak tetap ada (tangkai infundibular). Hipofisis mempunyai tiga lobus : Lobus anterior (depan) dan intermediet (tengah) yang bersal dari kantung rathke dan lobus poterior (belakang) yang berasal dari infundibulum. Lobus anterior tidak mempunyai serabut saraf dan dirangsang untuk melepaskan hormonnya oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. Lobus anteior menerima pengisian darah ganda yaitu daerah arteri dan portal (Ville, 1984).
Hormon-hormon primer yang dihasilkan adrehipofisis adalah hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), proloktin, hormon perangsang-melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH), dan berbagai andorfin serta enfekalin. Hormon pertumbuhan meregulasi pertumbuhan, akan tetapi, GH yang berlebih pada masa kanak-kanak menyebabkan gigantisme. Pada masa dewasa kelebihan GH menyebabkan pertumbuhan tulang secara abnormal, sebab pertumbuhan panajang tulang sebenarnya terbatas. Malformasi berupa pertumbuhan berlebihan itu menyusun suatu kondisi yang dikenal sebagai akromegali. Prolaktin memiliki efek-efek yang tersebar luas pada berbagai jenis vertebrata, terutama dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolit (Fried, 2005).
Pada katak dewasa bagian anterior glandulae pituitaria menghasilkan hormon yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika mengadakan implantsi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa dalam keadaaan berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada hewan betina menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma (Jasin, 1992).
Telur kodok bersifat telolesital artinya, mengandung cukup banyak kunir yang terkosentrasi pada salah satu kutub yang berlawanan dengan rotsi sitoplsma dan letak inti sel. Pada waktu ovulasi, ovum dikeluarkan dari ovarium dan disertai pendarahan (hemorragi), tetapi dirangsang oleh hormon hipofisis. Kwlompok kromosom telofase paling luar diapit oleh sitoplasma tampa membentuk badan polar I )polar body I). Ovum dapat mencapai ostium dan oviduk, karena digerakkan oleh silia lapisan peritonium (Syahrum, 1994).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
1. Hari/tanggal : Jumat – sabtu, 5-6 Desember 2008
2. Waktu : Pukul 16.00 s.d. 18.00 WITA
3. Tempat : Laboratorium Biologi lantai III Barat Jurusan Biologi FMIPA
UNM

B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Papan seksi
b. Alat seksi
c. Alat centrifuge
d. Tabung reaksi
e. Cawan Petri
f. Alat suntik
g. Botol pembius
h. Pipet tetes
i. Mortar dan pastle
2. Bahan
a. Buffo sp. Betina dewasa sebagai pengamatan induksi ovulasi, 1 ekor.
b. Katak (Rana cancarivora) jantan sebagai objek pengamatan pengambilan kelenjar pituitary, 1 ekor.
c. NaCl fisiologis 0,9%.
d. Aquades.
e. Kapas.
f. Kertas kuarto.
C. Prosedur Kerja
1. Mengangkat kelenjar pituitari
a. Memasukkan gunting di sudut rahang katak betina, memotong di belakang mata secara posteromedial, kemudian melewati kepala hingga daerah oksipital dan akhirnya ke rahang yang lain sehingga mengangkat kepala.
b. Membalikkan tengkoraknya dan mencari bentangan yang luas yang dibentuk oleh tulang-tulang di dasar kranium. Kelenjar pituitari terletak tepat di belakang optik kiasma.
c. Memasukkan gunting yang tajam ke dalam rongga otak, dan memotong tulang ke arah anterior melalui dasar kranium, menghindari luka pada jaringan otak. Dengan menggunakan pinset kecil, membalik dasar kranium dan mencari kelenjar pituitari berwarna orange dan berbentuk seperti ginjal.
d. Menempatkan kelenjar pituitari dalam cawan petri yang berisi air aquades 2 cc, dan melakukan injeksi beberapa menit kemudian.
2. Penyuntikan
a. Memegang katak betina secara kuat-kuat pada kakinya, melakukan injeksi pada rongga posteriolateral. Menghindari luka pada vena kulit, vena abdomen ventral dan rongga vital lainnya.
b. Betina yang sudah diinjeksi, kemudian ditempatkan dalam bejana plastik yang berisi air pada kedalaman satu inci.
3. Stripping
a. Mengambil katak betina yang telah disimpan selama 24 jam, kemudian melakukan pemijatan stripping dengan pelang-pelang, dan membengkokkan kearah depan pelvis. Kemudian dilakukan penekanan dari depan ke belakang perut.
b. Apabila terdapat telur-telur yang siap dibuahi, maka itu berarti sudah siap untuk di ensimidasi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan
Pada praktikum ini kami akan mengamati induksi ovulasi pada katak yang di lakukan dengan 3 tahap, yaitu :
1. Tahap yang pertama adalah pengangkatan kelenjar pituatari. Pada pengamatan kelenjar pituatari dimana, kelenjar tersebut berwarna putih, dengan bentuk seperti ginjal dan ukurannya sangat kecil. Kelenjar tersebut dibawah kranium, yang kemudian dikerus dengan melakukan penambahan aquades agar mudah larut, kemudian dimasukkan dalam centrifuge, kemudian akan tampak kedua lapisan tersebut dipisahkan dari endapannya yang terdapat di dasar tabung dan tidak digunakan lagi, sedangkan cairan bening terdapat pada lapisan pertama diambil kemudian diinjeksikan pada katak betina.
Kelenjar hipofisa terletak tepat di belakang optik kiasma, berwarna putih kekuningan dan berbentuk seperti ginjal. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi oleh hormonal, neural, dan periodisitas cahaya. Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi pertama, dinding theka eksterna dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.
2. Tahap yang berikutnya adalah tahap penyuntikan dimana pada bagian abdomen dari katak betina di suntikkan cairan pituatari yang telah dimasukkan ke dalam centrifuge, kemudian katak tersebut dibiarkan di kolam yang telah diisi dengan air, kemudian katak tersebut dibiarkan selama 24 jam, setelah itu barulah kita melangkah pada tahap berikutnya yaitu stripping.
3. Pada tahap stripping dimana setelah dilakukan tidak terdapat telur-telur yang siap untuk dibuahi, hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang kami lakukan temasuk gagal. Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjdinya kegagalam dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut
a. Potensi kerja dari ekstrak atau suspensi hipofisis menjadi menurun akibat lamanya suspensi tersebut berada di lingkungan terbuka.
b. Ada kemungkinan bahwa ketika melakukan injeksi pada kodok betina, hanya sampai pada daerah bawah kulit dan tidak sampai menembus otot.
c. Adanya pengaruh suhu terhadap aktifitas hormon.
d. Kemungkinan yang injeksikan pada kodok terlalu sedikit, sehingga cairan tersebut tidak dapat merangsang terjadinya ovulasi kodok.
e. Kurang sterilnya alat-alat bedah ataupun ketika membuat suspensi, sehingga kelenjar hipofisis menjadi tercemar mengakibatkan hormon FSH dan LH terhambat dalam bekerja.
f. Kemungkinan terjadinya pendarahan otak pada saat pengangkatan kelenjar pituitari sehingga potensi kerja hormonal menurun.
g. Bisa juga dikarenakan rentang waktu antara penyuntikan dan stripping kurang dari 24 jam.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam praktikum Induksi Ovulasi Katak adalah sebagai berikut:
1. Katak yang digunakan dalam praktikum belum dewasa.
2. Cairan suspensi atau ekstrak yang dibuat kurang baik, sehingga tidak memberikan reaksi setelah striping.
3. Adanya pengaruh suhu terhadap hormone.
4. Daerah yang disuntik atau diinjeksi kemungkinan hanya sampai pada daerah bawah kulit dan tidak sampai menembus otot.
5. Terjadi luka pda bagian abdomen katak sehingga tidak terjasi dorongan untuk mengeluarkan telur.
6. Kemungkinsan terjadi pendarahan pada otak pada saat pengankutan kelenjar pituitary sehingga potensi kerja hormonal menurun.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Kelenjar pituitari menghasilkan hormon yang dapat merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin.
b. Faktor yang menyebabkan kegagalan dalam memperoleh telur serta pembuahan, diantaranya adalah, pengaruh suhu, sasaran pada saat diinjeksi tidak tepat, dan kurang sterilnya alat yang digunakan.

B. Saran
Adapun saran untuk praktikum ini :
1. Sangat diharapkan kepada para praktikan sebaiknya lebih teliti dan lebih serius dalam melakukan pengamatan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
2. Sangat dibutuhkan kerjasama antara sesama anngota kelompok.


DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 2007. Struktur Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Adnan, 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Adnan, Halifah Pagarra, A. Asmawati. 2008. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Anonim. 2008. Ovulasi. http://cyber-biology.blogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Desember 2008.

Fried, George, dkk. 2005. Schaum Out Lines Biologi Edisi Kedua. Erlangga: Jakarta.

Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Suarabaya: Sinar Wijaya.

Syahrum, Mohamad Hatta, dkk. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ville, Walker, dan Barnes. 1984. Zoology Umum Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

0 komentar:

Posting Komentar